Sejarah banjir banjir jakarta

Batavia sejak dulu dikenal sebagai "Ratu dari timur"  Jakarta yang kini menginjak usia 484 tahun sudah 13 kali berganti nama.  Data Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyebutkan, cikal bakal Jakarta adalah sebuah kota bernama Kalapa. Laporan para penulis Eropa di abad 16 menyebutkan, Kalapa saat itu menjadi bandar utama kerajaan Hindu bernama Sunda yang ibukotanya Padjajaran. 

Namun pada 22 Juni 1527, Fatahillah yang kemudian menjadi penguasa mengganti nama Sunda Kalapa menjadi Jayakarta. Sesuai Keputusan DPR Kota Sementara No. 6/D/K/1956, tanggal itu kemudian  Bahkan seorang penyair yang bernama De Parra mengumandangkan syairnya dengan menyebutkan batavia sebagai kota dengan segudang keindahan. Seperti yang ada di negeri Belanda. pihak belanda mampu membangun kota dengan membangun kanal-kanal.

Fungsi adanya kanal itu adalah selain memiliki fungsi ekonomi, estetika juga mempunyai fungsi pencegah banjir. Adalah Gubernur Jenderal J. P. Coen yang berhasil membangun kanal-kanal itu pada masa pemerintahannya. Karena itu J.P Coen dikenal sebagai penakluk Ciliwung (kali Besar),  ia mampu meluruskan dan membangun kali besar secara lebih baik. Bentuk Kali besar yang berkelok-kelok diluruskan dan dibangun kanal-kanal penghubung. Hal itu dilakukan untuk menanggulangi Banjir selain fungsi ekonomi. Pihak Belanda sudah terbiasa dengan keadaan tersebut.Penggalian Kanal dan pembuatannya sudah menjadi keahlian bagi orang-orang dari kincir angin tersebut. Hingga pada akhirnya Pada abad ke 17 Jakarta menjelma menjadi "Ratu dari Timur". 

tetapi walaupun penggalian itu dilakukan Oud Batavia selalu dikelilingi banjir, banjir terjadi dimana-mana sejak abad 17.Banjir besar kembali melanda Batavia di awal tahun 1918 setelah hujan terus melanda Batavia. Akibat dari banjir besar tahun 1918, pada awal tahun 1920 pemerintah setempat merencanakan upaya untuk menangggulangi banjir. Rencana itu datang dari Herman van Breen, seorang insinyur hidrologi yang bekerja pada Burgelijke Openbare Werken yang merupakan cikal bakal Dinas Pekerjaan Umum RI. Rencana van Breen saat itu cukup sederhana yaitu memecah aliran sungai yang masuk Batavia melalui sebelah kiri dan kanan Batavia sehingga aliran air tidak ada yang masuk tengah kota. Atas dasar rencana itulah pada tahun 1922 dimulai pembangunan Banjir Kanal Barat setelah sebelumnya membangun pintu air Manggarai.

 Sejarah mencatat, sejak masih berada di bawah ketiak penjajah dengan nama Batavia, banjir telah menjadi masalah utama Ibu Kota. Tahun 1621, 1654, 1873, dan 1918 adalah tahun-tahun yang buruk dalam rekaman sejarah banjir besar di Batavia. Berlanjut pada dekade belakangan ini, banjir besar yang melanda Jakarta terjadi pada 1979, 1996, 1999, 2002, dan 2007. Kondisi itu disusul dengan banjir-banjir yang setiap tahun nyaris melumpuhkan Ibu Kota hingga saat ini. Maklum jika Adhi Kusumaputra (2010) mengatakan bahwa upaya penanganan banjir di Ibu Kota umurnya nyaris setua dengan usia Jakarta sendiri.

Sejak pemerintahan Belanda, banjir di Ibu Kota diurus secara serius. Pada 1850-an, pemerintah kolonial membentuk Burgelijke Openbare Werken sebagai badan khusus untuk mengurusi banjir di Jakarta. Setelah banjir besar pada 1918, upaya penanganan banjir Jakarta tampak mulai direncanakan secara komprehensif. Kanal Banjir Barat (KBB) yang dibangun pada 1922 adalah artefak hidup hasil kerja Tim Penyusun Rencana Pencegahan Banjir yang dikepalai oleh Profesor Dr Herman van Breen.

Jadi sejak Zaman Belanda jakarta Banjir....percayakah anda dengan Bahwa pemerintah bisa menangani banjir ???