tentara VOC biang keributan kota

Kota Batavia tempo dulu merupakan kota yang dipenuhi berbagai macam Ras, suku, bangsa, Agama dan kepercayaan serta budaya. Heterrogenitas dan Multikulturisme menjadi pemandangan biasa di kala itu. Selain itu, berbagai golongan kelas sosial yang yang menempati Hiriarki pemerintahan,mulai dari kelas pejabat tinggi , tuan tanah,buruh, pedagang, hingga para budak pun bercokol di kota yang disebut dengan “Ratu dari Timur” tersebut.

Para prajurit VOC atau tentara kompeni salah satu penghuni dari heterogenitas di Jakarta tempo dulu. Jumlah mereka banyak, walaupun masih kalah jauh bila dibandingkan jumlah Budak di kota Batavia yang menjadi komunitas terbanyak.

Pada masa awal pendirian kota, Gubernur Jenderal J.P Coen yan merupakan Gubernur Jenderal ke 4 dan 6 banyak mengeluhkan tentang keadaan tentara di Batavia. Menurutnya tentara tersebut bukanlah merupakan tentara yang baik, kurang bisa berbahasa dan banyak membuat keributan di kota.

Maka Sang Gubernur Jenderal banyak mengeluh melalui surat kepada dewan pusat “Hereen Zeventien”,  yang merupakan pemimpin Pusat kongsi dagang belanda di Amsterdam. Salah satu isi suratnya berisi tentang keluhan sang Gubernur Jenderal tentang keadaan di kota seperti tentara kompeni yang menjadi biang keributan kota.

Kebanyakan para prajurit VOC itu adalah orang-orang belanda. Tetapi sebagian lagi adalah orang-orang Perancis, Jerman, Inggris, Skotlandia dan Eurasia. Jadi tidak semua tentara VOC adalah orang belanda, sebagian lagi merupakan orang non Belanda.

Berbagai macam hal layaknya kegaduhan, keributan ditimbulkan oleh tentara kompeni di batavia. seperti ribut dengan sesama tentara kompeni, terlibat perkelahian dengan warga kota dan mabuk di depan umum atau terlibat pencurian adalah hal yang membuat tentara kompeni dicap buruk oleh sang Gubernur Jenderal.

Hukuman yang ditimpakan pada yang prajurit-prajurit pembuat onar di kota adalah diberi hukuman dengan cara  dicap dengan besi panas,  dicambuk di depan umum. Sebagian lagi di paksa kerja kasar, atau yang paling parah adalah di hukum mati bila kasusnya terlampau berat.