Bupati dan tumenggung tempo dulu para antek belanda.
Sejak pemerintahan dan penjajahan kongsi dagang belanda terhadap masyarakat pribumi di nusantara. Pihak Belanda tidak hanya melakukan penjajahan secara frontal melalui militeristik dan perang.
Politik devide et impera juga dicanangkan oleh pihak belanda terhadap masyarakat pribumi serta kerajaan-kerajaan hindu Budha dan islam.
Politik pecah belah atau yang disebut dengan Devide de et impera menjadi metode ampuh dalam untuk mencengkram masyarakat pribumi.
Hal itu dapat dilihat dari bagaimana pihak VOC memberikan bantuan pada sultan haji untuk berperang dengan Sultan Ageng Tirtayasa di banten, atau campur tangan Pihak VOC di dalam kesultanan-kesultanan islam seperti Kesultanan Yogyakarta dan Surakarta.
Tidak hanya sampai di situ pihak belanda juga memecah belah kelas sosial, yakni elite pribumi dan Rakyat Jelata. Sehingga salah satu faktor yang membuat kenapa orang-orang pribumi dijajah sekian lamanya oleh bangsa Belanda.
Misalnya ketika Gubernur Jenderal Herman Willem Daendles (1808-1811) berkuasa. Pada saat itu para elite pribumi seperti bupati dijadikan bawahan dan masuk struktur pemerintahan belanda. Bila orang-orang belanda ingin mengekploitasi Rakyat, orang-orang belanda cukup memerintah para Bupati atau Tumenggung.
Hal itu dapat dilihat ketika Herman willem Daendles memerintahkan 38 Bupati di semarang agar membangun jalan dari Anyer hingga panarukan.
Jadi para bupati itulah yang berkerja untuk memenuhi perintah dari atasannya, yakni orang belanda.
Jadi bagi Rakyat jelata, posisi bupati amat ditakuti oleh rakyat, padahal mereka hanyalah bawahannya bangsa belanda.
Hal serupa juga berlaku ketika era Culturstelsel, atau zaman tanam paksa. era tanam paksa yang dimulai tahun 1830 pun memiliki ciri khas yang sama dengan zaman daendles berkuasa.
Pada era tanam paksa, posisi elite pribumi adalah bawahan belanda, para bupati masuk struktur pemerintahan Belanda dan menjadi mediasi yang digunakan oleh orang-orang belanda untuk mengekploitasi Rakyat.
Hal-hal yang berkaitan dengan tanam paksa diurusi oleh para bupati. Para bupati itu layaknya "mandor" yang mengawasi Culturstelsel atau sistem tanam paksa.
Bila para bupati bisa mengemban tugas dari belanda mereka akan diberikan bagian berupa culturprocenten. Culturprocenten adalah bagian persentasi dari keuntungan tanam paksa atau Culturstelsel tersebut.
Jadi bisa dikatakan selain memecah belah struktur pemerintahan dalam kesultanan dan kerahaan islam di nusantara. Pihak belanda juga merusak struktur kelas sosial antara para Elite pribumi dan rakyat jelata. Hal inilah salah satu faktor mengapa penjajahan Bangsa Belanda bisa terjadi sekian lamanya.